"...Barang siapa yang
hendak membeli lada harus datang dan memakannya dari tanganku..."
UCAPAN Sultan
Iskandar Muda diatas terkenal sebagai penakluk daerah-daerah penghasil lada di
Aceh-Sumatra; dengan sebutan Le Prince Est Marchand (Raja Pedagang) oleh
Beaulieu; seorang perancis yang mengunjungi aceh pada tahun 1620-1621 (Kamal A.
Arif, 2008).
Perkasa Alam atau nama
lainnya Darmawangsa, seorang pemuda yang sering berbuat onar, melawan raja dan
pernah dipenjara oleh Kerajaan, Namun akhirnya ialah yang menjadi raja
tertangguh di Kerajaan Aceh Darussalam.
Ia merupakan cucu kesayangan Saidi Mukkamil IV (1589-1604). Raja Aceh itu lahir dari pasangan Putri Raja Indera Bangsa atau Paduka Syah Alam dan Mansyur Syah.
Ia merupakan cucu kesayangan Saidi Mukkamil IV (1589-1604). Raja Aceh itu lahir dari pasangan Putri Raja Indera Bangsa atau Paduka Syah Alam dan Mansyur Syah.
Aceh meusjeuhu makmu ngon
meugah/ Masa peurintah Iskandar Muda,
Rakyat lam nanggroe sidro
tan susah/ Lasyeka neuh le guda ngon gajah,
Panglima tjeudah gagah
peurkasa/ Kareuna adee wasee meulimpah,
Uluwa meugah geukirem
lada/ Keuradjeuen neumat sangat that luwah,
Habeeh neudjadjah saboh
Sumatra/ Ho neu madju prang reudjang that keumah,
Keuradjeuen luwah trooh u
Meulaka/ Radja djidjundjoong eek troon dji seumah
Adee peurintah Iskandar
Muda/ Kapai ngon sampan muwatan booh bah,
Ladoom na leupah nanggroe
Eropa
Syair di atas adalah perlambang
kemegahan dan kehormatan Raja Aceh yang sangat disegani oleh lawan maupun
lawan.
Teuku Iskandar yang meneliti Hikayat Aceh (2001) menuturkan ketika Iskanda Muda berumur empat tahun, kakeknya memberinya “gajah mas dan kuda mas akan permainan”, dua biri-biri yang dapat bertarung, lalu gasing dan panta (gatok) dari emas atau dari suasa.
Teuku Iskandar yang meneliti Hikayat Aceh (2001) menuturkan ketika Iskanda Muda berumur empat tahun, kakeknya memberinya “gajah mas dan kuda mas akan permainan”, dua biri-biri yang dapat bertarung, lalu gasing dan panta (gatok) dari emas atau dari suasa.
Ketika berumur lima tahun, kakeknya
memberinya anak gajah bernama Indra Jaya sebagai teman bermain. Umur tujuh
tahun, dia sudah berburu gajah liar. Usia delapan tahun suka main perahu di
sungai mengatur perang-perangan laut dengan meriam-meriam kecil. Lalu di usia
Sembilan tahun, Iskandar Muda kecil itu membagi teman-temannya menjadi dua
pihak untuk main perang-perangan sambil membangun benteng-bentengan kecil.
"Pada
umur 12 tahun ia berburu kerbau yang berbahaya dan di usia . 13 tahun, mulai
belajar dengan bimbingan Fakih Raja Indra Purba. Si kakek menyuruh buatkan
barang 30 batu tulis dari logam mulia bagi cucunya dan teman-temannya..."
Menjelang remaja, pangeran muda ini
sudah mahir baca Alquran. Seorang guru anggar mengajarnya bermain anggar. Dalam
satu hari diajarnya beberapa “jurus” yang berbeda-beda (200 trik). Sebagai
tiupan kehidupan ke dalam denyut nadi Iskandar Muda, sejak kecil sudah
diperdengarkan kegemilangan kisah hidup Iskandar Zulkarnain oleh Laksamana
Keumala Hayati panglima pasukan inong balee:
Djak lôn timang puték rambôt, Beungoh seupôt lôn
peumanoëBeuridjang rajeuk bintang kutôb, Ék ta leugôt dumna nanggroë
Inilah acuan yang membentuk
kepribadian Iskandar Muda, Walaupun cerita ini tidak begitu diketahui, namun
dalam sejarah selalu tercatat rapi, sosok Iskandar Muda yang dikaderkan sebagai
Raja Aceh. Latihan dan ajaran kehidupan telah mulai disemai khusus untuk mencapai
impian menjadikan Iskandar muda terkenal di dalam sejarah dunia. sifat-sifat
ksatria ini perlu diipelihara dan diikuti dalam rangka memperingatai hari wafat
Sultan Iskandar Muda yang ke 373 ini.
Seribu Gajah
Mengutip sejarawan Ong Hok Kham dalam
tulisan yang menawan di Majalah Tempo, edisi 6 Oktober 1979 disebutkan,
Iskandar Muda memiliki 40.000 pasukan terlatih. Lebih dahsyat lagi, Banda Aceh
dikelilingi oleh gajah hingga 1.000 ekor, 200 kuda pilihan dan 5.000 meriam
yang diimpor dari Turki serta mendatangkan teknisi dari sana.
Pulau- pulau dipertahankan dengan
benteng serta 200 kapal yang setiap kapal mengangkut 400 prajurit. Aceh
memiliki mata uang yang diakui hingga ke India. Namun hal ini hancur karena
didevaluasi untuk membiayai ongkos perang melawan Portugis
Kala itu, jelas Ong Hok Kham, Aceh
adalah satu-satunya kerajaan di Nusantara (kala itu belum ada sebutan
Indonesia) yang memiliki pasukan gajah. Kerajaan lain di Asia Tenggara yang
memiliki pasukan gajah adalah Raja Ayuthia (Thailand) dengan 5.000 pasukan
gajah. Hingga kini, Thailand dikenal juga dengan negara gajah.
Penelitia Anthony Reid dalam makalah Contests
And Festivals In Seventeenth Century Aceh pada PKA ke 3 tahun 1988
menulis gajah ini menjadi simbol kekuatan militer. Dalam bahasa Reid elephants
were as important a symbol of the majesty of Acehnese as of Siamese kings.
Sekarang simbol gajah putih (Gajah Puteh) dijadikan simbol Kodam Iskandar Muda
yang merayakan ulang tahun yang ke 53 setiap 22 Desember yang lalu.
Dalam menjalankan roda
pemerintahannya, Iskandar Muda membayar mahal tim penasihat profesional dari
Turki. Mereka ahli dalam bidang: ekonomi, hukum, politik, strategi militer,
pembuatan perlengkapan perang: kapal Laut, meriam dan senjata taktis; fuqaha, pakar
pertanian, tenaga pengkaji dan peneliti pengembangan Ilmu pengetahuan umum,
sastera dan pendidikan Islam.
Pada tahun 1820-an produksi lada di Aceh mencapai puncaknya, yaitu 150.000 pikul atau separuh dari hasil produksi total dunia. nilai ekspor Aceh mencapai 1,9 juta dolar Spanyol. dari jumlah ini $ 400.000 dibawa ke penang dengan kapal-kapal kecil asia, senilai $ 1 juta diangkut oleh pedagang amerika dari wilayah lada pantai Barat; dan sisanya diangkut oleh kapal-kapal India , Prancis dan Arab.(A.reid,2005)
Pada tahun 1820-an produksi lada di Aceh mencapai puncaknya, yaitu 150.000 pikul atau separuh dari hasil produksi total dunia. nilai ekspor Aceh mencapai 1,9 juta dolar Spanyol. dari jumlah ini $ 400.000 dibawa ke penang dengan kapal-kapal kecil asia, senilai $ 1 juta diangkut oleh pedagang amerika dari wilayah lada pantai Barat; dan sisanya diangkut oleh kapal-kapal India , Prancis dan Arab.(A.reid,2005)
"...Barang siapa yang hendak membeli lada harus datang dan
memakannya dari tanganku..." - Sultan Iskandar Muda.
Ucapan Sultan Iskandar Muda dengan
sebutan Le Prince Est marchand (Raja Para Pedagang) oleh Beaulieu; seorang
perancis yang mengunjungi aceh pada tahun 1620-1621.
Sejarawan dari Perancis Dennys
Lombard dalam buku Kerajaan Aceh Zaman Iskandar Muda yang diterbitkan pada
tahun 1986 menguraikan angkatan Laut Aceh yang bertempur dengan Portugis di
Melaka tidak lagi pulang ke Tanoh Endatu. Mereka kandas di Selat Melaka dan
dikuburkan di bumi Malaysia. Di hati orang Aceh, Iskandar Muda dan bani
usmaniyah di Turki dilukiskan seperti Tuhan telah menciptakan dua raja yang
mahakuasa, yakni Nabi Sulaiman dan maharaja Iskandar [Zulkarnain].
Iskandar Muda adalah riwayat yang
mengisahkan dan sekaligus mengajarkan tentang keberanian bertindak sebagai
pelakon, bukan menjadi penonton. Menceritakan sosok Iskandar Muda sekarang
seperti memperdengarkan sebuah dongeng saja. Di balik itu semua, kita tentu
saja bisa berharap kisah hidup Iskandar Muda menjadi inspirasi bagi generasi
muda Aceh.
Walaupun di nusantara ini (Malaysia
dan Indonesia) tidak henti-henti menganguminya, sebagai orang Aceh juga tentu
kita ingin lahirnya Iskandar Muda baru dalam menata Aceh ke depan . Iskandar
Muda memimpin di tengah pergolakan dunia yang sama seperti hari ini. Tetapi dia
menyadari cara memimpin dan mempertahankan marwah negerinya.
Situasi yang agak terbalik saat ini
adalah apapun yang dilakukan oleh Iskandar Muda adalah kewajiban seorang
pemimpin yang tentu saja bisa dilakukan hari ini. Iskandar Muda adalah manusia
biasa yang dibina dan dibentuk menjadi ‘manusia luar biasa.’ Artinya dalam
kepala dan jiwa Iskandar Muda ditanamkan sebuah sosok (Iskandar Zulkarnaein)
yang akan menjadi mimpi Iskandar Muda ketika dia dewasa.
Jadi, harapan untuk membangun Aceh
itu sebenarnya ada pada mereka yang masih berjiwa muda. Sedang yang tua-tua
untuk mencetak pemimpin. Inilah peran kakek di dalam keluarga Aceh. Sampai
sekarang, tradisi menitipkan anak pada kakek memang sudah tidak ada lagi.
Padahal para kakek cenderung
mengetahui dengan mata batin kelebihan dan kelemahan cucunya. Karena ilmu para
kakek ini adalah ilmu kebijakan dan kebajikan. Di pundak yang muda Aceh
dititipkan. Sedangkan di pundak yang tua, kebijakan dan kebajikan diwarisi
kepada generasi selanjutnya.
Inilah pelajaran kehidupan yang dapat kita petik dari sepenggal kisah Iskandar Muda sebelum menjadi sultan Aceh.
Inilah pelajaran kehidupan yang dapat kita petik dari sepenggal kisah Iskandar Muda sebelum menjadi sultan Aceh.
Penulis :Adli Abdullah
Sumber: http://www.atjehcyber.net/2011/08/kehormatan-seorang-iskandar-muda.html#ixzz2Vk9jfZmd
0 komentar:
Post a Comment