Atjeh Verslag, Cara Snouck Memecah Belah Aceh



Nama Christiaan Snouck Hurgronje begitu dikenal luas dalam masyarakat Aceh. Lelaki yang sempat mengaku sebagai "teungku" dengan nama Abdul Ghaffar ini merupakan sosok yang berhasil memecah persatuan Aceh menjadi beberapa bagian.

Snouck ke Aceh sejak 9 Juli 1891 da menetap di Kutaraja (kini Banda Aceh). Ia menjadi orang "kepercayaan" Joannes Benedictus van Heutsz, jenderal Aceh yang kemudian menjabat Gubernur Jenderal Hindia Belanda. Tujuh bulan Snouck berada di Aceh, ia dibantu beberapa orang pelayannya berhasil memecah Aceh.

Tepatnya, pada 23 Mei 1892, Snouck mengajukan Atjeh Verslag. Ini merupakan laporannya kepada Pemerintah Belanda tentang pendahuluan budaya dan keagamaan, dalam lingkup nasihat strategi kemiliteran Snouck. Sebagian besar Atjeh Verslag kemudian diterbitkan menjadi "De Atjeher" dalam dua jilid yang terbit 1893 dan 1894.

Dalam Atjeh Verslag-lah pertama disampaikan agar kotak kekuasaan di Aceh dipecah-pecah. Itu berlangsung lama, karena sampai 1898, Snouck masih saja berkutat pada perang kontra-gerilya.


Melalui Atjeh Verslag, Snouck mematahkan perlawanan para ulama, karena awalnya Snouck sudah melemparkan isu bahwa yang berhak memimpin Aceh bukanlah uleebalang, tapi ulama yang dekat dengan rakyat kecil.

Komponen paling menentukan sudah pecah, rakyat berdiri di belakang ulama, lalu Belanda mengerasi ulama dengan harapan rakyat yang sudah berposisi di sana menjadi takut. Untuk waktu yang singkat, metode yang dipakai berhasil.

Snouck mendekati ulama untuk bisa memberi fatwa agama. Namun, fatwa-fatwa itu berdasarkan politik Divide et impera. Demi kepentingan keagamaan, ia berkotbah untuk menjauhkan agama dan politik. Selama di Aceh Snouck meneliti cara berpikir orang-orang secara langsung.

Semua perpecahan itu berawal dalam Atjeh Verslag yang kemudian menjadi De Atjehers


sumber : www.atjehcyber.net/
Share on Google Plus

About Zulfajri Ery Syahputra

    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 komentar:

Post a Comment