Ulu Masen, Rumah Terakhir Gajah dan Harimau Sumatera




Merupakan warisan purba di tanah paling barat Indonesia, yakni Hutan Ulu Masen yang menaungi 5 kabupaten di Aceh. Hutan inilah hutan yang terakhir yang berada di Aceh. Di hutan ini pula menjadi salah satu tempat habitat Gajah serta Harimau Sumatera. Dengan Luas sekitar 750.000 hektare, hutan ini menghidupi 17 sungai besar di Provinsi Aceh.

Penamaan Hutan Ulu Masen diambil dari nama gunung Ulu Masen yang terletak di Kecamatan Sanpoiniet Kabupaten Aceh Jaya. Ulu Masen dianggap mampu mewakili satu kawasan ekosistem hutan di bagian utara Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Nama Ulu Masen sendiri diambil dan diputuskan oleh komunitas yang diwakili oleh Imum Mukim Kabupaten Aceh Jaya, yaitu sebuah kesepakatan yang dilakukan pada pertemuan mukim pada tahun 2003 di Melaboh dan Banda Aceh.

Sebelum nama Ulu Masen diputuskan, juga muncul usulan penamaan kawasan gunung sikawet sebagai ekosistem hutan yang layak dilindungi, yaitu habitat satwa terancam punah seperti gajah sumatera. Setelah di telaah dan didiskusikan lebih lanjut, maka nama Ulu Masen dipilih sebagai nama kawasan hutan yang mewakili satu kesatuan ekosistem yang terdapat di lima Kabupaten.

Hutan Ulu Masen merupakan kombinasi yang lengkap antara hutan daratan rendah dan hutan daratan tinggi, kombinasi ini membuat kawasan Hutan Ulu Masen unik. Dari hasil penelitian dan data satelit, luas kawasan hutan Ulu Masen adalah seluas 738.856 Ha yang lokasinya meliputi lima Kabupaten di bagian utara Aceh dengan batas-batas sebagai berikut :


Kabupaten Aceh Barat ( Kecamatan Sungai Mas, Kaway XVI dan Pante Ceureumen),
Kabupaten Aceh Jaya ( Kecamatan Teunom, Panga, Krueng Sabee, Setia Bakti, Sanpoiniet dan Jaya)
Kabupaten Aceh Besar ( Kecamatan Darul Imarah, Darul Kamal, Indrapuri, Kota Jantho, Kuta Cot Glei, Kuta Malaka, Lembah Seulawah, Lhoong, Leupong, Lhok Nga, Seulimum, Simpang Tiga dan Suka Makmur),
Kabupaten Pidie (Kecamatan Bandar Dua, Delima, Geumpang, Geulumpang Tiga, Mane, Mila, Padang Tiji, Sakti, Tangse, Tiro, dan Kemala),
Kabupaten Pidie Jaya (Kecamatan Meurah Dua, Bandar Baru, Meureudu, Trieng Gadeng dan Ulim).

Hasil penelitian hidrologi di kawasan ini menyimpulkan bahwa hutan Ulu Masen menyediakan jasa lingkungan berupa sumber air yang bermamfaat bagi lebih dari dua juta masyarakat Aceh di bagian Utara.

Selain itu, Hutan Ulu Masen sangat kaya dengan keanekaragaman hayati yang menjadikan hutan ini sebagai penyedia jasa lingkungan yang bernilai ekonomi tinggi dan dibutuhkan oleh masyarakat Aceh di bagian Utara melalui beberapa jasa lingkungan seperti : penyedia sumber air, pencegah banjir dan erosi, sumber perikanan air tawar, pembangkit tenaga listrik, produksi karbon, sumber plasma nutfah, sumber hasil hutan bukan kayu, pengendali hama, sumber ilmu pengetahuan, dan parawisata.

Dalam kawasan Ulu Masen, diketahui berbagai flora dan fauna Sumatera yang terancam punah dipastikan masih mendiami kawasan ini. Seperti harimau, Beruang Madu, Macan Dahan, Kukang, Orang Hutan Sumatera, Siamang, Kedih atau Reungkah, Kambing Sumatera, burung rangkong papan, kuau besar dan gajah sumatera.

Perdagangan Karbon




Belakangan ini, Aceh menjadi sorotan dunia karena menjadi provinsi pertama di Indonesia yang menjalankan carbon trading (perdagangan karbon). Ini bisa dimaklumi, sebab Aceh memiliki tutupan hutan yang cukup lebat dibandingkan dengan provinsi lain di Indonesia. Nah, tutupan hutan yang dilestarikan itu diklaim ke pasar karbon.

Namun mekanisme perdagangan karbon untuk hutan Aceh tidak segampang membalik telapak tangan. Selain menunggu berakhirnya Protokol Kyoto pada 2012, mekanismenya juga belum diatur secara detail.

Meski dihadapkan pada beberapa kendala, tahun lalu Gubernur Irwandi Yusuf nekat meneken kesepakatan anti-deforestasi lokal dan mendukung mekanisme perdagangan karbon internasional. Menurut Irwandi, pihaknya menyediakan “septic-tank” bagi negara-negara penghasil karbon.

Karena itu, pengorbanan rakyat Aceh untuk menyelamatkan warga dunia itu patut dihargai. Negara-negara industri maju perlu membayar untuk upaya pelestarian hutan di Aceh ini. Mekanisme yang disebut perdagangan karbon itu dipercaya dapat memperbaiki suhu bumi yang telah mencairkan gugusan gunung es di Kutub Utara dan Selatan.

Agenda jeda tebang hutan Aceh kemudian diapresiasi banyak pihak. Setidaknya, hutan Aceh dapat terjaga. Tapi suara miring bahwa ada organisasi non-pemerintah (ornop) yang meraup untung besar dari praktek mekanisme perdagangan karbon hutan Aceh juga menjadi perbincangan hangat di Aceh.
Share on Google Plus

About Zulfajri Ery Syahputra

    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 komentar:

Post a Comment