Aceh Jezz Bubur : “Jangan Beli, Nanti Bisa Ketagihan...!!”





Lidah kita mungkin tak asing dengan aneka menu khas bubur. Entah itu bubur ketan hitam, bubur kacang hijau, ataupun bubur ayam. Bagaimana dengan bubur jagung? Cukup aneh memang karena makanan ini orang belum banyak yang mengetahui apalagi untuk mengembangkannya.

Tapi, bagi Teuku Chaidil, 49, Sang Inovator Bubur Aceh. Bubur jagung bisa menjadi sumber penghasilan layaknya makanan jenis bubur lainnya. Awalnya usaha Chaidil menjual makanan khas Aceh yaitu Kanji Rumbi dan Bu Pedah. Namun, usahanya saat itu kuranglah diminiati.

Akhirnya Chaidil pun beralih usaha bubur yang konon boleh dibilang banyak peminatnya. Jiwa kewirausahaan Chaidil sudah tertanam saat dia mencoba jenis makanan lain yakni hamburger “Aceh Jezz Burger” yang dirintisnya di Banda Aceh pada pertengahan 1994. Sampai akhirnya dia memutuskan fokus pada menu bubur jagung khas Aceh, “Aceh Jezz Bubur”.

Lantas apa arti Jezz? Menurut Chaidil, Jezz merupakan singkatan dari jajanan ekstra lezat. “Sering konsumen menanyakan apa arti kata Jezz, Jajanan Ekstra lezZat,” ujarnya tertawa. Pria yang selalu menggunakan busana jenis gamis ini sebenarnya sempat mencicipi pekerjaan kantoran.

Chaidil yang dibantu sang isteri coba melakukan eksperimen dari menu yang disajikan dan eksperimen itu dilakukan guna menghindari kesan menu yang ditawarkan biasa-biasa saja. Hasilnya menu bubur jagung pun lahir dan begitu diapresiasi oleh banyak pengunjung. Di outlet-nya yang cukup mencolok, Chaidil mengembangkan bisnisnya.

Yang menarik, semua outlet makanan yang biasanya membuat tagline bermakna “rayuan”. Chaidil justru menuliskan, “Jangan Beli ..... Nanti Bisa Ketagihan”, di depan tempat usahanya. Rupanya itulah salah satu strategi agar mendapatkan perhatian dari calon pembeli. Selain kata-kata nyeleneh, Chaidil juga memadukan warna terang seperti oranye, putih, hijau dan dominasi kuning di warung bubur jagungnya. Lulusan Fakultas Pertanian Universitas Syah Kuala (Unsyiah) Aceh ini mengaku, strategi ini sengaja dilakukan untuk mencuri perhatian masyarakat.

“Sebenarnya kita mau menyampaikan kalau bubur kita enak, tapi kita larang mereka dengan penempatan subjudul yang unik untuk membuat rasa penasaran, jadi kita tabrak logikanya,” ujarnya. Chaidil memang tak hanya menyajikan bubur jagung. Di outlet yang berukuran sekitar 8x4 meter, tersaji lima menu bubur lainnya, seperti Bubur Ketan Saus Durian, Bubur Jali, Bubur Kacang Hijau, Bubur Ketan Hitam, dan Bubur Sumsum. Harga yang dipatok cukup terjangkau, dengan Rp15.000 Anda dapat mencicipi semangkuk bubur jagung ini.



Kini, menu bubur jagung boleh dibilang yang paling laris dipesan pelanggannya. Berkat kesuksesan bubur jagung, pada tahun 2008 Chaidil membuka cabang di Aceh dengan menu serupa. Hingga saat ini Chaidil telah memiliki cabang lainnya selain di Banda Aceh, juga di Margonda Raya Depok yaitu di Jalan Alternatif Cibubur.

Bahan baku bubur yang digunakan merupakan barang berkualitas. Jagungnya berkualitas paling baik. Jagung manis yang tidak terlalu masak, tapi tidak juga terlalu muda tapi harus berbutir besar. Proses pembuatannya, jagung tersebut diserut. Setelah itu dicuci, sebelum akhirnya dimasukkan ke dandang yang sudah berisi air mendidih.

Supaya rasa buburnya enak, Chaidil menggunakan air mineral. Tanpa pewarna dan pelezat. Gula yang digunakan juga murni. Setelah jagung matang, tak lupa masukkan biji mutiara, santan, gula, garam, dan susu. Sedangkan untuk aroma, daun pandan menjadi pilihan.

Sistem penjualan yang dijalankan Chaidil menerapkan konsep yang berbeda yaitu disini lebih kepada sistem take away (dibawa pulang). Keunikan lain pada ‘Aceh Jezz Bubur’ adalah semua pegawainya laki-laki yang diseragamkan baju koko dan kopiah. Hal itu sengaja dijalankan dengan pertimbangan pelaksanaan syariat Islam layaknya yang diberlakukan di Aceh. Nuansa Islami telah mewarnai usaha bubur miliknya.

Penerapan sistem take away adalah untuk menghindari tercampurnya pria dan wanita yang bukan muhrimnya. Disamping itu, mempertimbangkan kondisi lalu lintas yang rawan macet, mengingat lokasi kiosnya berada di pinggir jalan.

Selain bubur jagung, ‘Aceh Jezz Bubur’ juga menawarkan enam varian bubur dengan harga terjangkau yang dijamin tak kalah nikmat, yakni bubur ketan saus durian, bubur sagu, bubur jali, bubur ketan hitam, bubur kacang hijau dan bubur sumsum.

Konsep branding yang dilakukan Chaidil ternyata cukup efektif dalam meningkatkan penjualan bubur. Chaidil mengaku, dalam bulan pertama, 100 porsi bubur terjual tiap harinya. Jumlah tersebut merangkak naik menjadi 150 porsi pada bulan kedua dan terus merangkak naik hingga mencapai 300 porsi di bulan kelima. Setelah berjalan hampir lima tahun,Chaidil kini mengelola tiga outlet yakni di Banda Aceh, Depok, dan Cibubur. Dari ketiga outlet ini, dia mampu menjual total 700-1.000 porsi per hari. Alhasil, omzet kotor yang diperoleh pun bisa mencapai Rp10–15 juta per hari atau Rp. 300–450 juta per bulan, seperti yang dikutip dari koran Sindo.

Perjalanan Teuku Chaidil

Jiwa kewirausahaan Chaidil sudah tertanam saat dia mencoba jenis makanan hamburger “Aceh Jezz Burger” yang dirintisnya di Banda Aceh pada pertengahan 1994. Sampai akhirnya dia memutuskan fokus pada menu bubur jagung khas Aceh.

Setelah menyelesaikan kuliahnya di Fakultas Pertanian Unsyiah, Banda Aceh tahun 1991, Chaidil bekerja di PT Semen Andalas Indonesia dengan masa kontrak dua tahun. Pada 1993, dia bergabung dengan CV Mirzen. Setahun kemudian, sembari bekerja di tempat itu, Chaidil membuka sebuah usaha makanan berupa hamburger kaki lima di Banda Aceh. Namun, saat itu Chaidil mengakui bahwa konsistensi wirausahanya belum 100%, sehingga saat seorang teman mengajak bekerja di sebuah kontraktor dan supplier, dengan jabatan manajer keuangan membuat dirinya tergoda.

Akhirnya Chaidil bergabung dengan PT Kesayangan Prakarsa, tetapi dia tidak melepaskan usaha hamburgernya begitu saja. Usaha ini pun dibawa ke daerah Lhoksumawe, Aceh Utara, meski dengan risiko harus memulai dari nol. Usaha tersebut hanya berjalan setahun karena tingginya biaya operasional. Chaidil pun berkonsentrasi pada pekerjaan tetapnya. Setelah merasa pengalaman cukup,tahun 1997 Chaidil mencoba hijrah ke Jakarta. Namun, dia merasa tidak ada perkembangan dan akhirnya kembali ke Aceh. Pada 1998, dengan modal Rp200.000 hasil penjualan peralatan berjualan yang tersisa, Chaidil kembali berdagang hamburger. Kali ini Chaidil berhasil membuat hamburgernya lebih berkualitas setelah mempelajari sejumlah literatur.

Angka penjualan hamburger pun meningkat signifikan hingga dia akhirnya memiliki 25 karyawan pada 2004. Dia juga berhasil membuat warungnya menjadi semacam kafe dan lebih banyak menarik pengunjung. Sayangnya, pada 2004 tempat usahanya menjadi korban gempa dan tsunami yang melanda Aceh. Pada April 2005 Chaidil bersama istri memutuskan hijrah ke Jakarta dan bertahan selama tujuh bulan. Dia lalu memutuskan kembali ke Aceh dan memulai usaha dari nol. Berbagai usaha dia lakoni termasuk menyewakan kamarkamar kepada tamu luar Aceh yang membantu rehabilitasi.

Di tahun 2007 usaha Chaidil mendapat titik terang setelah mempelajari pembuatan bubur kanji rumbi (bubur khas Aceh). Dia pun tertarik menjualnya. Sejak itu dia terus melakukan inovasi,termasuk saat istrinya,membuat menu bubur kacang hijau, bubur sumsum, bubur ayam, dan bubur sagu. Pada 2009 Chaidil menambah menu bubur jagung dan mendapat respons yang baik dari pembeli. “Alhamdulillah pada bulan keenam usaha (di Aceh) saya sudah bisa melunasi seluruh utang saya sejumlah Rp90 juta. Pada 2010 kami sepakat bersama istri untuk kembali ke Jakarta dengan membuka cabang baru di Depok”ujarnya.

Ayah tiga orang anak ini percaya bubur adalah makanan yang disukai banyak warga Indonesia. Terbukti dengan hampir di setiap daerah mempunyai makanan bubur dengan beraneka nama. Untuk itulah dia memikirkan secara serius penjualan buburnya, di tengah banyaknya pedagang bubur yang tak menggarap usahanya dengan profesional.



Kios buka setiap hari dari pukul 15.00 hingga 23.00 WIB. Namun jangan datang ketika waktu salat. Sebab, Chaidil pasti menutup tempat usahanya. Kebersihan juga menjadi perhatian utama di kiosnya. Hingga saat ini banyak masyarakat yang suka. Bukan hanya bubur, tapi juga sistem penjualan yang dilakukan.

Pria gamis ini mengaku menggunakan bahan-bahan berkualitas terbaik baik lokal maupun impor seperti jagung manis Hawai, santan kelapa segar, gula pasir, susu kental manis,daun pan-dan, garam,dan air mineral. Dia juga menjamin proses pengolahan tanpa menggunakan bahan penyedap, tanpa pengawet, tanpa pewarna, tanpa pemanis buatan, serta di produksi dengan memakai air mineral.

Untuk ke depannya, Chaidil akan memberi kesempatan banyak orang melalui program waralaba. Dia yakin usaha yang ditawarkan ini akan memberi keuntungan lebih besar kepada siapa saja yang mau berusaha dengan cara jujur dan tetap selalu mengedepankan Syariat Islam.

*(Sumber dari berbagai media)

Untuk info Aceh Jezz Bubur.


Read more: http://www.atjehcyber.net/2011/12/aceh-jezz-bubur-jangan-beli-nanti-bisa.html#ixzz1yP5NfKYb
Share on Google Plus

About Zulfajri Ery Syahputra

    Blogger Comment
    Facebook Comment

1 komentar: