PULUHAN gadis remaja memenuhi tujuh meja plastik yang disusun berjejer di halaman toko. Di meja paling pojok, dua perempuan belia tampak serius mengamati buku kecil berisi deretan menu.Tak lama, mereka memanggil pelayan dan memesan menu pilihannya.
Suasana seperti itu hampir saban hari terlihat di sebuah toko di JalanTeuku Iskandar, Lambhuk, Banda Aceh. Nama tokonya: Surabi Bantai. Seperti namanya, yang dijual sebenarnya sederhana saja: kue serabi. Namun, serabi yang dijual di toko itu dikemas dengan nuansa lebih modern.
Walhasil, saban hari pembelinya membludak.Keberhasilan Surabi Bantai menyasar kalangan muda perkotaan tak terlepas dari tangan dingin seorang pemuda lulusanTeknik Mesin. Rivai Fadli, namanya.
Rivai Lahir di Calang, 19 Februari 1985. Ia adalah alumni Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 1 Kota Banda Aceh. Setelah melepaskan seragam putih abu-abu, ia melanjutkan pendidikan ke Universitas Syiah Kuala (Unsyiah).
Rivai Lahir di Calang, 19 Februari 1985. Ia adalah alumni Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 1 Kota Banda Aceh. Setelah melepaskan seragam putih abu-abu, ia melanjutkan pendidikan ke Universitas Syiah Kuala (Unsyiah).
Bagi Rivai kuliah hanya untuk membuka wawasan dan membentuk pola pikir. "Kuliah Jurusan Teknik bukan berarti harus menjadi seorang teknokrat," katanya pada The Atjeh Post.
Titel sarjana yang disandangnya tak lantas membuat Rivai harus kerja kantoran atau menjadi pegawai negeri sipil seperti orang kebanyakan di Aceh. Ia memilih berusaha sendiri dengan menjadi wirausahawan.
“Tak ada yang salahkan kalau Sarjana Teknik, tapi berbisnis," ujarnya.
Rivai memang berhasil berkat keyakinannya. Usaha Surabi Bantai kini membuatnya bisa hidup mandiri. Omset yang didapat dari bisnis kuliner ini setiap bulan mencapai Rp 90 juta. Bila dikurangi biaya produksi dan operasional lainnya, laba bersih yang masuk ke kantongnya berkisar Rp 35-45 juta per bulan.
Membangun usaha mandiri memang tak semudah memakan kue serabi. Perlu perjuangan dan kesabaran. Jatuh, bangun, jatuh lagi, dan bangkit lagi. Setidaknya itu dialami Rivai selama membuka usaha sendiri.
Sebelum sukses dengan kue serabi, Rivai sempat tiga kali gagal. Pertama ia membuka usaha Kopi Este pada Agustus 2009. Selang enam bulan usaha itu gulung tikar. Lalu, ia mencoba merintis usaha Es Koteng dan Ikan Bakar. Usaha ini juga tidak berlangsung lama, hanya tujuh bulan.
Namun, ia tak menyerah. Justru baginya gagal itu adalah pelajaran tambahan agar ia lebih siap menyambut kesuksesan. Kini keyakinannya terbukti. Bisnis kuliner Surabi Bantai adalah satu-satunya eksperimen yang berakhir manis.
Lantas, bagaimana kisah Surabi Bantai ini diciptakan? Kata Rivai, ia mendapat inspirasi membuka usaha itu ketika jalan-jalan ke Bandung. Saat itu, ia baru saja menutup usaha ayam panggang yang sempat digelutinya. Di Bandung, ia menemukan banyak jajanan makanan tradisional yang konsep penjualannya dikemas dengan modern. “Makanan yang dijual sebenarnya sederhana saja, tapi laku karena diberi nuansa modern,” ujarnya.
Dari hasil observasi itu timbullah ide untuk membuat kue tradisional Aceh dengan konsep modern. Pilihannya jatuh pada kue serabi. Mengapa serabi? “Serabi salah satu kue tradisional yang paling mudah ditemukan di Aceh,” jawab Rivai.
Sejak pulang dari Bandung, Rivai giat belajar membuat kue serabi. Berbekal tips-tips dari buku dan internet ia terus mencoba. “Tiga bulan kerjaan saya hanya bikin kue serabi. Pertama buat rasanya aneh banget,” kata Rivai terbahak mengenang perjuangan tempo hari.
Bulan keempat ia mengambil keputusan untuk membuka usaha serabi. Modal awal hanya Rp 15 juta. Dengan modal tergolong kecil itu, ia membeli peralatan, seperti gerobak, peralatan masak, tepung dan beberapa buah meja serta kursi plastik.
Mengapa namanya Surabi Bantai? Nama Surabi Bantai adalah gabungan antara Sunda dan Aceh. "Su" berarti Sunda, dan “Surabi” berarti nama kue, yaitu serabi. Bantai itu sendiri adalah bahasa Aceh yang berarti bantal.
Nah, karena surabi makanan yang empuk sama halnya dengan bantal, disebutlah Surabi Bantai. Jargonnya pun terkesan unik, "Bantai surabinya, rasakan empuknya".
Ia memilih lokasi di depan pertokoan dekat jalan utama Lambhuk. Biar lebih mudah diakses sama pelanggan, begitu alasannya. Awal berjualan orang-orang penasaran makanan jenis apa surabi bantai itu. Apalagi serabi made in Rivai ini tersedia dalam beragam rasa. Ada rasa coklat, rasa keju, saos, sosis, dan telor.
“Pertama buka orang pada ketawa, bingung, penasaran. Kok ada ya, serabi rasa sosis. Akhirnya, mereka coba dan ternyata enak. Besoknya bahkan mereka minta ditambah rasa-rasa yang lain,” ujarnya.
Bagi Rivai,masukan dari pelanggan menjadi ilmu yang berharga. Bahkan, ia sangat senang kalau ada pelanggan yang cerewet.Dengan begitu ia bisa tahu apa kekurangan makanan yang ia sajikan.
“Saya suka dikritik, kalau tidak dikritik saya tidak tahu apa kekurangan masakan saya. Misal, hari ini ada pelanggan yang bilang ‘serabinya terlalu lembek’, ya besoknya saya buat jangan terlalu lembek,” katanya membuka konsep dalam berbisnis.
Satu tahun kemudian, Rivai memindahkan gerobaknya ke tempat yang lebih bagus. Kini ia menyewa satu unit toko dua lantai. Di tempat yang baru itu, nama Surabi Bantai semakin meroket. Kini Surabi Bantai sudah memiliki langganan tetap. Satu hal lagi yang harus diberi apresiasi, kini ia memiliki 12 karyawan.Meski usahanya sudah punya nama, suami Novayana ini tetap merendah. Ia tak berhenti belajar pada pengusaha-pengusaha sukses.
Ia sendiri sangat mengagumi Bob Sadino, seorang pengusaha hebat yang memiliki Kemfood dan Kemchick. Darinya ia belajar banyak. "Dia itu membuka usaha dengan cara yang gila," puji Rivai.
Ke depan Rivai berniat membuka cabang Surabi Bantai di Banda Aceh. Targetnya usai lebaran tahun ini. Mimpi besar lain yang ia tanam adalah mengembangkan surabi bantai lewat sistem franchise. Dengan begitu, ia dapat membuka lebih banyak outlet dengan melibatkan pihak ketiga sebagai mitra kerja sama. []
Biodata
Nama : Rivai Fadhli TTl
Tempat/Tanggal Lahir : Calang, 19 Februari 1985
Pekerjaan : Wiraswasta
Status : Sudah Kawin
Nama Istri : Novayana
Alamat : Jl. T. Iskandar, No 15 G, Lambhuk, Kota Banda Aceh
Pendidikan Terakhir : Teknik Mesin Universitas Syiah Kuala
Pengusaha Idola : Bob Sadino
sumber : Atjehpost.com
0 komentar:
Post a Comment